Posted by : Unknown
Minggu, 01 Mei 2016
Studi Kasus Masalah Internet & Web Design
Pada kesempatan kali ini, saya
akan membahas tentang studi kasus atau permasalahan yang ada di sekitar kita
yang terjadi dalam dunia maya. Terdapat banyak masalah yang ditimbulkan dalam
internet seperti carding yang akan saya jelaskan.
Carding
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberikan
dampak yang sangat positif bagi peradaban umat manusia, Salah satu kemajuan
zaman yang fenomenal sekarang ini adalah internet yang mana telah merubah cara
seseorang berkomunikasi, bersosialisasi dan memudahkan seseorang dalam
memperoleh informasi. Akhir ini sudah sangat marak adanya situs jejaring social
seperti facebook, tweeter, plurk dll yang mempermudah seseorang dalam
berkomunikasi dan bersosilisasi antara satu orang dengan orang lain yang berada
pada tempat yang tidak terbatas, selain itu adalah aktifitas ekonomi
seperti beriklan dan menjual produk lewat internet yang terbukti sangatlah
efektif dan ekonomis karena penjual tidak perlu menghabiskan uang sampai jutaan
atau milyaran rupiah untuk membangun sebuah usaha dan menyediakan peralatan
serta menyewa para pekerja dalam menjual produk nya, tapi cukup dengan membuka
situs di internet yang diawali oleh seorang operator. Namun ibarat mata uang
yang mempunyai dua sisi, selain hal yang positif, otomatis dampak negatif dari
kemajuan tersebut juga akan muncul sebagai tandingannya. Karena adanya
perkembangan teknologi yang terus meningkat, tingkat angka kejahatan dari tahun
ke tahun juga akan semakin meningkat secara signifikan jumlahnya, baik dari
segi korban maupun jumlah uang yang raib. Salah satu contoh dari kejahatan di
internet adalah Carding.
Carding merupakan salah satu kejahatan di internet yang berupa
penipuan dalam proses perbelanjaan, yaitu dengan berbelanja mengguakan nomor
dan identitas kartu kredit orang lain yang diperoleh secara illegal dan
biasanya dengan mencuri data di internet. Sasaran yang dituju oleh carder
(sebutan bagi para penipu di internet) adalah website berbasis E-commerce yang
memungkinkan data basenya menyimpan puluhan bahkan ratusan kartu kredit, paypal
atau data nasabah bank. Terdapat banyak karakteristik kejahatan carding yang
terjadi, di antaranya adalah :
- Minimized Physical Contact (tidak adanya kontak secara fisik)
System modus ini adalah carder tidak perlu mencuri kartu kredit secara fisik, tapi cukup dengan mengetahui nomornya, pelaku sudah bisa melakukan aksinya. - Non violance
(tanpa kekerasan)
Pelaku tidak melakukan kekerasan secara fisik seperti ancaman yang menimbulkan ketakutan sehinga korban memberikan harta bendanya. - Global
karena kejahatan ini terjadi lintas negara yang mengabaikan batas-batas geografis dan waktu. - High Technology
Sarana yang digunakan dalam kejahatan tersebut menggunakan peralatan berteknologi yang berupa jaringan internet.
Proses
pertama yang dilakukan seorang carder adalah dengan Mendapatkan nomor kartu
kredit yang bisa dilakukan dengan berbagai cara antara lain: phising
(membuat situs palsu seperti dalam kasus situs klik.bca), hacking, sniffing,
keylogging, worm, dan software yang paling umum di gunakan adalah havij untuk
membobol database suatu web shop atau berbagi informasi antara carder,
mengunjungi situs yang memang spesial menyediakan nomor-nomor kartu kredit buat
carding dan lain-lain. Setelah itu Mengunjungi situs-situs online yang
banyak tersedia di internet seperti Ebay, Amazon untuk kemudian carder
mencoba-coba nomor yang dimilikinya untuk mengetahui apakah kartu tersebut
masih valid atau limitnya mencukupi. Lalu melakukan transaksi secara online
untuk membeli barang seolah-olah carder adalah pemilik asli dari kartu
tersebut dan Menentukan alamat tujuan atau pengiriman, sebagaimana kita ketahui
bahwa Indonesia dengan tingkat penetrasi pengguna internet di bawah 10 %, namun
menurut survei AC Nielsen tahun 2001 menduduki peringkat keenam dunia dan
keempat di Asia untuk sumber para pelaku kejahatan carding. Hingga
akhirnya Indonesia di-blacklist oleh banyak situs-situs online
sebagai negara tujuan pengiriman. Oleh karena itu, para carder asal
Indonesia yang banyak tersebar di Jogja, Bali, Bandung dan Jakarta umumnya
menggunakan alamat di Singapura atau Malaysia sebagai alamat antara dimana di
negara tersebut mereka sudah mempunyai rekanan, maka carder langsung dapat
mengambil barang tersebut.
Dan untuk menangani hal-hal
tersebut polri telah menyikapinya dengan membentuk suatu satuan khusus di
tingkat Mabes Polri yang dinamakan Direktorat Cyber Crime. Di awali oleh
personil terlatih untuk menangani kasus-kasus semacam ini, tidak hanya dalam
teknik penyelidikan dan penyidikan, tapi juga mereka menguasai teknik khusus
untuk pengamanan dan penyitaan bukti-bukti secara elektronik. Mengingat dana
yang terbatas karena mahalnya peralatan dan biaya pelatihan personil, maka
apabila terjadi kejahatan di daerah, maka Mabes Polri akan menurunkan tim ke
daerah untuk memberikan asistensi. Dan secara detil dapat saya kutip isi pasal
tersebut yang menerangkan tentang perbuatan yang dianggap melawan hukum menurut
UU ITE berupa illegal access:
Pasal 31 ayat 1: “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik secara tertentu milik orang lain.”
Pasal 31 ayat 2: “Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau transmisi elktronik dan atau dokumen elektronik yang tidak bersidat publik dari, ke dan di dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan, penghilangan dan atau penghentian informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang ditransmisikan.” .
semoga langkah awal dari pengamanan
ini mampu mencegah kejahatan-kejahatan yang terus meningkat.